Friday, January 20, 2012

31 Agustus 2011

Ingin rasanya kembali ke hari itu, ke malam itu. Hari yang selama hampir sepanjang tahun selalu kutunggu, hari di mana hanya ada kamu, pahitnya kopi, dan manisnya obrolan yang menyempurnakan langit malam. Hari itu aku, masih berambut hampir sepinggang, kamu dengan baju merah kesayanganmu, dan percakapan yang sampai hari ini belum ada akhirnya. Semua kita tuangkan bersama, mulai dari obrolan konyol seputar gang Doli, perkebunan kopi, hingga masa lalu kita yang sebenarnya agak canggung kudendangkan, tetapi ingin kudengar lantunannya darimu.

Bagaimana mata kita? Oh, mereka bertatapan, meski sekali pandanganmu berpindah ke kumpulan perempuan cantik mengenakan hak tinggi yang mengundang komentarmu, “Mengapa mereka harus menyiksa diri seperti itu?”, yang hanya kutanggapi dengan senyuman karena aku tidak mampu berpenampilan seperti mereka tetapi dalam hati bersyukur, semoga ini yang membuatku berbeda di matamu. Dan baumu! Saya tidak tahu pasti itu parfum apa, baunya tersamarkan bau rokokmu dan sweatermu yang kamu pakai saat mengantarku pulang, tapi telah menggelitik hidungku, mengantarnya hingga ke kepala, menyimpannya di memori, menjadikannya kenangan.

Malam itu, aku jatuh hati padamu. Saat di mana aku bukan milik siapa-siapa, begitu pun kamu dan masa lalumu. Tidak ada janji yang terucap, tapi di dalam hati aku berkata semoga denganmu semua luka bisa terobati, memulainya dari awal lagi, sembari berharap ini yang terakhir.

Dan bagaimana kita hari ini? Ah, ternyata berbeda. Kamu kembali dengan dunia lamamu, dengan kebebasanmu. Dan aku, aku kini milik orang lain. Janji itu ternyata bukan untukmu. Terkadang menyatukan hati tidak semudah menyatukan pikiran. Inilah kita hari ini, berdansa dengan cangkir dan lini masa, sendiri-sendiri. Mungkin hari seperti ini tidak akan pernah hadir kembali, dilebur waktu dan kenangan yang mungkin akan dilupakan.
                                                                     
Dan malam ini, aku kembali teringat. Tentang kamu, dan hari itu. Akankah kita duduk bersama lagi, bersama kopi, rambutku yang kini pendek, dan kemejamu yang menggantikan sweater dan kaos itu? Ah ya, obrolan kita bahkan belum tuntas. Masih banyak, dan semakin banyak hal yang ingin kubagi denganmu, juga lantunan impian yang selalu ingin kudengar darimu. Intinya, aku rindu kamu.

So let’s go offline, set the date and chat. Finish the stories. Will you?